Beberapa Gagasan untuk Menuju pada Kemandirian Sains dan Teknologi* (Bagian 4)

4. Dalam keadaan krisis, kemana akan melangkah?

Krisis keuangan, ekonomi dan disusul pula oleh krisis kepercayaan dan politik telah menghempaskan hampir semua sektor dari perindustrian kita, terutama industri-industri modern.Ā  Industri-industri tersebutĀ  tumbuh melalui jalan pintas, tanpa sains dan teknologi.Ā  Falsafah dasar pendirian sektor industri selama rezim orde baru berkuasa yang dipenuhi dengan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme,Ā  mungkin sekedar asal menguntungkan bagi kelompok/perusahaan tanpa strategi yang jauh ke depan dan menyangkut kepentingan bangsa secara keseluruhan.Ā  Sektor industri modern inilah menjadi penyebab utama semakin terpuruknya perekonomian kita dan menimbulkan krisis nasional yang ditanggung oleh seluruh bangsa Indonesia.

Dalam kondisi krisis berkepanjangan yang memprihatinkan sekarang ini dan dihadapkan pada pasar bebas tahun 2020, kalangan akademisi ditantang untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut.Ā  Akankah industrialisasi di Indonesia berhenti begitu saja dan kita siap menggunakan produk-produk negara lain? Atau setelah prahara ini berakhirĀ  industri-industri ā€œmodel pindah pabrikā€ tanpa teknologi apalagi sains yang akan kita teruskan?Ā  Masihkah kita akan terus mengharapkan negara-negara industri maju berbaik hati memberikan sains dan teknologi yang mereka kembangkan dengan bersusah payah kepada kita dengan cuma-cuma lewat transfer teknologi? Inilah yang telah dilakukan Orde Baru, danĀ  menghantarkan Indonesia menjadi sebuah ā€œnegara industri baru semuā€, yang akhirnya menjadi negara Asia paling menderita ketika krisis ekonomiĀ  melanda kawasan ini.

Kita tak boleh mengulangi kesalahan Orde Baru, dan kini tepat saatnya kita menatap industrialisasi di Indonesia melalui suatu paradigma baru yakni menentukan terlebih dahulu industri-industri unggulan apa saja yang akan kita kembangkan secara serius dengan mempertimbangkan sumber daya alam dan sumber daya manusia (ilmuwan, peneliti, insinyur, managemen dll.).Ā  Berikutnya diusulkan, untuk mengembangkan industri-industriĀ  tersebut harus mengacu pada ā€œmodel linier mendaurā€ dengan memodifikasi lagiĀ  ā€œmodel linier termodifikasiā€ Bacon, menjadi:

Dalam era persaingan bebas, model ini akan tetap relevan hampir pada setiap tingkatan industri. Dalam artian, sebuah produk dari suatu negara akan tetap unggul dipasaran bebas jika didukung sepenuhnya oleh swasembada sains dan teknologi.

Sebagai contoh, karena tuntutan kebutuhan akan sains dasar, kecendrungan mangacu pada ā€œmodel linier mendaurā€ ini telah ditunjukkan oleh beberapa parusahan besar dunia, antara lain IBM.Ā  Superkonduktor suhu tinggi (hasil kegiatan riset dasar) yang pertama kali pada tahun 1986 ditemukan oleh dua ilmuwan IBM. Juga dalam pembuatan synchrotron SPring-8 (sebuahĀ  akselerator elektron yang dapat menghasilkan sinar X dengan intensitas tinggi) di Jepang, mendapat kontribusi dari perusahaan Jepang seperti Sumitomo Electric, Mitsubishi Electric dan Sumitomo Heavy Industries (Mandai,1998). Padahal synchrotron ini diperuntukkan sepenuhnya bagi riset-riset dasar dalam bidang sains materi.

Industrialisasi dengan paradigma baruĀ  menuntutĀ  kemandirian sains dan teknologi yang sesuai dengan industri-industri unggulan yang akan di kembangkan. Untuk kemandirian sains dan teknologi tersebut (apapun bidangnya), bangsa ini harus melakukan hal-hal yangĀ  strategis danĀ  terintegrasiĀ  antara lain:

– Membangkitkan kesadaran setiap lapisan masyarakat akan saling ketergantungan antara sains, teknologi, industri dan pertumbuhan ekomoni

– Melakukan langkah-langkah kongkret kearah kemandirian sains dan teknologi.

4.1 Bangkitkan kesadaran masyarakat

Terlanjur sudah begitu tergila-gilanya masyarakat kita dengan berbagai produk teknologi. Kesilauan dan kenikmatan memakai suatu produk teknologiĀ  mungkin terus akan melenakan sebagian besar masyarakat dan tak lagi memberi kesempatan melintasnya pikiranĀ  tentangĀ  asal dari suatu produk tersebut.Ā  Keadaan seperti inilah yang terus diinginkan oleh negara-negara industri maju.Ā  Mereka terus saja akan mencekoki kita dengan “industri tanpa teknologi” dan/atau “teknologi tanpa sains”.

Masyarakat kita perlu menyadari adanyaĀ  saling-hubung antara sains, teknologi dan industri. Pada lapisan tertentu dari masyarakat kita,Ā  juga perlu memahami dan menyadari bahwa industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi harus mengikutiĀ Ā Ā Ā Ā  ā€œmodel linier mendaurā€. Kesadaran saling-hubung inilah akan mampu mengantarkan kita mempunyai apresiasi bahwa setiap produk teknologi mutakhir pasti didahului oleh sains dasar. Kesadaran ini diharapkan dapat memunculkan suatu kesadaran baru bahwa sains dasar dan penciptaannya melalui riset harus menjadi bagian dari kebudayaan kita sebagai syarat dalam pengusaan sains dan penerapannya di bidang teknologi. Seandainya penguasaan sains dan penerapannya telah merupakan bagian dari budaya kita, masyarakat kita secara sukarela akan berpartisipasi dalam usaha-usaha kemandirian sains dan teknologi tersebut.

Kalau Eropa/Barat mengenalkan budaya penciptaan sains dasar melalui risetĀ  yang dipelopori oleh Francis Bacon sejak abad ke-17 dengan propaganda serius, Indonesia baru mencoba melakukanĀ  ā€œindustrialisasiā€ sekitar tiga puluhan tahun tanpa propoganda bagi pengusaan dan pengembangan sains dasar dan teknologi yang merupakan syarat mutlak dari industrialisasi. Jadi untuk membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnyaĀ  penguasaan dan pengembangan sains dasar danĀ  penerapannya di bidang teknologi perlu melibatkan beberapa komponen masyarakat dan mengusulkan fungsi dari tiap komponen tersebut sebagai jalur sarana propaganda.

4.1.1 Fungsi guru-guru di sekolah

Tingkat usia para pemuda yang perlu mendapatkan penyadaran yang intensif adalah semasa mereka berada di sekolah-sekolah menengah pertama dan atas. Karena peran strategis para guru yang berhubungan dengan bibit-bibit muda yang berbakat, para guru dapat membakar semangat para siswa mereka untuk menekuni bidang-bidang yang strategis di masa datang. Arahan para guru diharapkan mampu menyentuh ke persoalan yang paling dasar, yakni semangat pengusaan dan pengembangan sains dan teknologi dapat tertanam sejak dini pada para siswa, dan hal itu merupakan sasaran perjuangan mereka di masa datang.

4.1.2. FungsiĀ  sartrawan dan penulis fiksi

Kita tak perlu kecil hati kalau pengembangan sains di Eropa dan Amerika begitu pesat. Semua sektor di dua belahan dunia tersebut sangat kuat komitmen mereka terhadap nilai-nilai sains dan teknologi. Termasuk sektor sastra. Sejak seabad lalu begitu banyak fiksi sains yang masuk dalam bidang sastra. Dan tradisi itu diterus sampai sekarang.

Di negeri ini belum ditemukan penulis yang cukup punya imajinasi menelorkan karya-karya dalam bentuk fiksi sains. Juga belum ada yang tampil mampu menggabungkan kesibukan di laboratorium dengan kehidupan sehari-hari menjadi cerita yang menarik.

4.1.3. Fungsi para ilmuwan

Dalam membangkitkan apresiasi sains dan teknologi di masyarakat, dari para ilmuwan dituntut kemampuan dapat mempopulerkan sains dan teknologi untuk konsumsi masyarakat awam. Seyogyanya ilmuwan kita di samping seorang profesional di bidangnya juga mampu mempopulerkan keahliannya. Sains dan teknologi populer dapat disampaikan melalui ceramah-ceramah, media massa, berkala sains populer dan penerbitan buku-buku.

Dalam masyarakat yang telah mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap sains dan teknologi , buku-buku sains populer menjadi buku-buku best-seller misalnya buku-buku bertema kosmologi modern oleh Stephen Hawking (1993), oleh Hubert Reeves (1994) dan buku bertemakan ke arah paradigma baru sains (tentang, chaos) oleh James Gleik(1987) dan lain sebgainya.

4.1.4. Fungsi sejarawan

Kalau kita bertanya siapakah sebenarnya perancang dan “otak” dalam pembangunan candi Borobudur dan Prambanan? Mungkin takĀ  seorangpun dari kita yang mampu menjawabnya secara tepat. Ini disebabkan olehĀ  belum ada informasi yang meyakinkanĀ  dari sejarawan kita. Jangan-jangan, raja-raja Jawa ketika itu hanya menggaji para perancang dari India atau Thailand dan setelahnya mereka pulang ke negeri mereka. Secara apologi lantas kitapun cobaĀ  membanggakan ke bangsa lain dengan bangunan monumental itu. Ini sekedar ilustrasi begitu pentingnya sejarah sains. Di negara-negara maju, sejarah sains telah menjadi satu cabang tertentu dalam ilmu sejarah.

Apakah kesejarahan juga sangat berperan dalam pengalihan dan pengembangan ilmu pengetahuan? Lewat sejarahlah kita mendapatkan informasi sejauh mana sumbangan bangsa-bangsa di dunia dalam penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologiĀ  (lihat misalnya History of Science, Sarton,1959). Lewat jejak sejarahlah kita dapat mengetahui skenario suatu bangsa dalam pengembangan sains dan teknologi mereka dan coba mengambil pelajaran darinya.

Kini tiba saatnya kita membutuhkan ahli-ahli sejarah sains dan teknologi dan penulis-penulis sejarah perkembangan sains dan teknologi kita.

4.1.5. Fungsi para pemikir falsafah

Falsafah dalam alih sains dan teknologi mengambil tempat yang sangat penting dalam penyadaran pada masyarakat. Mau tidak mau masyarakat sekarang telah tergila-gila dengan penggunaan hasil teknologi masa kini. TeknologiĀ  yang digunaan tersebut juga turut membawa nilai-nilai budaya yang melekat padanya.Ā  Nilai-nilai barat seperti individualisme tidak terbatas, pandangan dunia yang berpusat pada manusia, aturan-aturan moral yang renggang dan lain-lain, mau tak mau, pelan tapi pasti, terserap beserta sains dan teknologi mereka.

Sejarah pahitnya penggunaan energi nuklir untuk perang adalah akibat penggunaanĀ  sains dan teknologi denganĀ  aturan-aturan moral yang melekat pada keduanya. Jadi lebih jauh lagi yang kita harapkan alih dan pengembangan teknologi di timur umumnya dan Indonesia khususnya seharusnyalah tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang telah mulai kita lihat dari buah sains dan teknologi barat. Jadi para pemikir falsafah kita di harapkan mampu menggali epistemologi baru bagi sains dan teknologiĀ  yang kita kembangkan.Ā  Dengan sasaran sains dan teknologi yang dikembangkan lebih manusiawi dan tak menghancur leburkan nilai-nilai timur yang luhur.Ā  Epistemologi yang mampu menggabungkan analisis yang kuat barat dengan kearifan timur. Lantas apa hubungannya dengan meningkatkan kesadaran masyarakat. Hubungannya adalah masyarakat diharapkan sadar bahwa alih dan pengembangan sains dan teknologiĀ  memang sudah merupakan kewajiban, agar kita tak menjadi bangsaĀ  penelan mentah-mentah dan terus menerus buah sains barat.

4.1.6. Fungsi agamawan

Dalam membangkitkan kesadaran agar alih dan pengembanganĀ  sains dan teknologi menjadi harapan bersama masyarakat kita,Ā  para pemuka agama sangatlah berfungsi. Mengingat masyarakat kita adalah masyarakat yang religius, jadi setiap langkah yang mendapat justifikasi dari agama akan segera didukung oleh masyarakat.

Beberapa kajian tentangĀ  kaitan antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan agama akhir-akhir ini semakin sering dilakukan di Indonesia.Ā  Tak ada agama yang keberatan tentang pengembangan sains. Sebaliknya kajian-kajian tersebut semakin memperkokoh peranan agama dalam pengembangan sains dan teknologi (Bucaille,1976). Bahkan pada prinsipnya semakin berilmu seorang yang beriman akan menghantarkannya pada pengenalan Tuhan lebih baik lewat keindahan ciptaan-ciptaanNya yang selama ini ditekuni oleh ilmuwan tersebut.

4.1.7. FungsiĀ  media massa

Masyarakat sekarang sangat dipengaruhi oleh media massa. Baik media cetak maupun media elektronik. Untuk mempercepat kesadaran masyarakat secara keseluruhan untuk pengusaan sains dan teknologi terutama para pemudanya, fungsi media massa sangatlah penting. Beberapa media cetak belakangan ini sudah mulai memuat suplemen-suplemen tentang sains dan teknologi mutakhir. Perkembangan ini sungguh sangat mengembirakan. Porsi berita tentang kegiatan-kegiatan sains dan teknologi diharapkan semakin baik pula.Ā  Harapan berikutnya media elektronik juga berani menyediakan waktu untuk tayangan sains dan teknologi yang memadai. Dan harapan kita pada tahun-tahun ke depan telah mulai ada sains fiksi yang dihasilkan oleh produk sinetron kita sebagai hasil kerja sama dengan penulis-penulis fiksi.

4.2. Beberapa langkah konkret

Betapapun sadarnya suatu masyarakat jika tak diikuti dengan langkah-langkah konkret tak akan berarti apa-apa. Langkah-langkah konkrit yang kita usulkan di bawah ini diharapkan mampu mempercepat munculnya sumberdaya berbakat yang mampu berperan dalam penguasaan dan pengembangan sains dan teknologi baik secara kwantitas maupun kwalitas.

4.2.1.Terjemahan besar-besaran

George Sarton telah menulis buku yang sangat monumental dengan judul ā€œHistory of Scienceā€ (Sarton, 1959). Dalam buku yang terdiri dari lima jilid tebal tersebut Sarton membagi cerita-ceritanya dalam zaman-zaman ; tiap zaman berjangka waktu sekitar setengah abad dan diasosiasikan seorang tokoh utama. Jadi, tahun 450 sampai 400 sebelum Masehi Sarton menyebutnya zaman Plato; dan diikuti oleh zaman Aristoteles, Euklides, zaman Arkhimedes dan seterusnya. Dari tahun 600 sampai 700 masehi kita akan menemukan nama Hsiian Tsang dan I Ching dari Cina. Persemakmuran dan Kebudayaan Islam yang diwakili oleh bangsa-bangsa Arab, Turki, Afgan dan Parsia meramaikan zaman-zaman sains tersebut antara 750 sampai 1100 Masehi. Antara lain Jabir, Khwarizmi, Razi, Masudi, Wafa, Biruni dan Ibnu Sina. Sesudah tahun 1100, dalam History of Science-nya Sarton muncul nama-nama Eropa seperti Gerado , Roger Bacon dan diselang-selingi dengan nama-nama Ibnu Rusyd, Nasiruddin ,Tusi dan Nafis, orang yang mendahului Harvey dalam pengembangan teori peredaran darah. Sejak 1350 Masehi sampai ā€œHistory of Scienceā€ ditulis, sepenuhnya buku monumental itu diwarnai oleh nama-nama Eropa.

Kalau kita membalik sejarah, kenapa terjadi perpindahan pimpinan puncak sains, kita segera akan menemui suatu alur yang tegas dan jelas yakni diawali oleh alih bahasa secara besar-besaran. Bagaimana persemakmuran Islam dengan pimpinan Bani Abbasiyah di Bagdad pada abad 9 Masehi menggantiĀ  buku terjemahan dengan emas yang sama beratnya. Bagaimana Michael seorang pemuda desa Skotlandia, pergi ke Universitas-universitas Islam di Toledo untuk bekerja di perpustakaan di sana. Dan pada malam harinya dengan penuh kesadaran dan ambisius mengalih bahasakanĀ  kembali karya-karya YunaniĀ  dan karya arab ke dalam bahasa Latin dari bahasa Arab. Dan inilah tonggak yang melahirkan Renaissance di Eropa. BagaimanaĀ  Jepang yang mengirimkan para pemudanya pada awal revolusi Meiji untuk mencuri ilmu pengetahuan dari mana saja ia dapat diperoleh, berikutnya diajarkankan dalam bahasa Kanji. Akademi Ilmu Pengetahuan Russia yang sangat bergengsi itu berkembang dari mengalihkan bahasa ilmu dari bahasa Eropa Barat ke bahasa Rusia. Dua negara Asia lain yakni Cina dan Korea Selatan kinipun mengalih bahasakan berbagai cabang ilmu ke bahasa mereka.

Untuk maksud ini nampaknya perlu ada pusat dan program penterjemahan nasional. Kalau pusat ini belum dimiliki semestinyalah para akademisi tak perlu berpangku tangan, mulailah dari bidang kita masing-masing lewat lembaga kita masing-masing, sambil menungguĀ  gerakan penterjemahan besar-besaran secara nasional sebagai salah satu dari strategi bangsa untuk mencapaiĀ  kemandirian sains dan teknologi.

4.2.2. Pengiriman mahasiswa ke luar negeri

Sampai beberapa puluh tahun kedepan pengiriman mahasiswa Indonesia keluar negeri masih perlu dilakukan. Dalam 25 tahun kedepan infra struktur untuk riset kita belum cukup memadai. UntukĀ  bidang-bidang tertentu para mahasiswa kita masih perlu pengalaman-pengalaman laboratorium, lapangan, kerja-kerja kelompok dengan para peneliti internasional. Diskusi-diskusi dengan ahli-ahli tangan pertama.

Sebagai contoh, Jepang masih saja mengirim mahasiswa mereka ke luar negeri, untuk mendalamiĀ  bidang-bidang tertentu. Atau negara tersebut masih mengirim mahasiswa pascadoktoral untuk magang di beberapa laboratorium di Eropa atau Amerika. Korea dan Cina masih saja mengirim mahasiswa mereka dalam jumlah besar. Kedua negara ini sudah mulai memilih ke negara mana mahasiswa dikirim dan bidang apa yang akan diambil.

4.2.3. TingkatkanĀ  peran Organisasi Profesi

Oraganisasi profesi merupakan organisasi yang paling strategis untuk meningkatkan, mengontrol, mengairahkan kajian-kajian ilmiah baik secara kwalitas maupun kwantitas dari suatu cabang profesi ilmiah.Ā  Maraknya kajian-kajian dalam suatu profesi ilmiah tertentu dapat dipantau dari hasil-hasil yang disampaikan pada konferensi, simposium dan yang dipublikasikan ke jurnal ilmiah.Ā  Hasil-hasil yang dilaporkan pada kegiatan tersebut diatas akan mampu memacu kajian-kajian berikutnya, menimbulkan persaingan yang sehat dan menumbuhkembangkan kerjasama antar sesama anggota masyarakat ilmiah.Ā  Hal yang strategis lain dari suatu organisasi profesi adalah diaĀ  tak mengenal batasan institusi, departemen, wilayah dan bahkan negara.

Lahirnya Era Informasi yang mengubah secara mendasar kondisi-kondisi sosial dunia tak dapat terlepas dari peran sebuah organisasi profesi internasional The Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE). Organisasi ini membawahi tak kurang dari 20 perhimpunan masyarakat ilmiah (Scientific Society), dan memiliki sarana publikasi terlengkap.

Untuk tujuan kemandirian sains dan teknologi,Ā  perlu dipikirkan secara serius bagaimana caranya meningkatkan peran semua organisasi profesi di Indonesia. Organisasi ini harus mampu menciptakan instrumen-instrumen (misalnya melalui jurnal ilmiah, majalah sains dan/atau teknologi populer)Ā  yang mampu memunculkan sikap menjadi penemu, sikap berkolaborasi, berbudaya akademik, dan lain sebagainya bagi para anggotanya. Lewat instrumen tertentu organisasi profesi juga dituntut mampuĀ  memunculkan kader-kader penerus yang berbakat dan unggul. Karena keanggotaan organisasi ini tersebar di berbagai institusi maka dapat diharapkanĀ  mampu memunculkan kerjasama yang harmonis antar universitas lembaga-lembaga riset, dan bahkan industri untuk pengusaan dan pengembangan sains dan teknologi.

4.2.4. Keterpaduan lembaga-lembaga riset dan universitas

Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian , serta Pengabdian pada masyarakat dikenal sebagai Tri Darma Perguruan Tinggi adalah tiga komponen yang mendasari aktivitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Di beberapa negara industri maju telah terjalin hubungan yang sangat erat antara dua komponen pertama pendidikan/pengajaran dan penelitian. Hubungan ini bukan saja berada dalam diri pendidikan tinggi melainkan telah terjadi keterpaduan antar institusi. Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian memang masih dua institusi yang terpisah, namun dalam mengkaji suatu cabang sains mereka betul-betul melebur seolah-olah satu badan. Kita ambil Prancis sebagai contoh. Di negara tersebut hampir di setiap jurusan di Universitas ada peneliti dari lembaga penelitian dan kadang menjadi ketua program studi dan sebaliknya hampir di setiap laboratorium lembaga penelitian ada pengajar perguruan tinggi meneliti di sana dan bahkan menjadi kepala laboratorium. Didukung pula oleh sistem mereka yang sudah sangat efisien yakni masalah Pendidikan, Riset, Teknologi dan Industri dibawah koordinasi satu kementrian (Nur, M., 1994)

Di Indonesia kerjasama lembaga penelitian dengan universitas baru padaĀ  tahap kerjasama antar lembaga yang bersifat sementara. Atau pengadaan laboratorium kerja sama, atau kerjasama penyelenggaraan pendidikan bidang tertentu.Ā  Untuk menggalang kekuatan riset di Indonesia dan agar semua sumber daya dapat digunakan secara efisien dan efektif, keterpaduan lembaga-lembaga riset dan universitas harus dapat ditumbuh kembangkan. Keterpaduan ini akan lebih mudah terselenggara jika pemerintah membentuk suatu sistem ke arah itu. Untuk tujuan ini sebaiknya dalam Kabinet Pasca Pemerintahan Transisi, Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi di bawah satu kementrian (sebut saja misalnya Departemen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi) . Lembaga-lembaga riset non departemental dihapuskan, akibatnya lembaga-lembaga seperti BPPT, LIPI, BATAN dan lain-lain termasuk dalam departemen tersebut.

4.2.5. Penelitian terapanĀ  dan industri

Di negara-negara industri maju, sektor industri turut berpartisipasi dalam penelitian-penelitian terapan sudah tak asing lagi, karena tradisi mereka adalah tradisi ā€œmodel linier termodefikasiā€ Bacon. Penelitian-penelitian tersebut baik dilakukan oleh sektor industri bersangkutan, oleh lembaga-lembaga riset, maupun oleh laboratorium-laboratorium di Universitas. Partisipasi tersebut telah begitu harmonisnya.

Sebagai contoh Jepang, penelitian terapan dan kaitan dengan industri inilah yang merupakan kekuatan teknologi mereka.Ā  Jepang pada mulanya tak mau bersusah payah dengan penelitian dasar. Mereka menunggu saja temuan-temuan dari Eropa atau Amerika. Sambil menunggu temuan-temuan sains terbaru tersebut para peneliti dari sektor industri, lembaga riset dan universitas Jepang melakukan kajian kemungkinan-kemungkinan aplikasinya. Beberapa tahun saja suatu temuan dipublikasikan,Ā  Jepang telah mampu membuat produk yang dapat dipasarkan. Namun mereka menyadari juga bahwa sikap menunggu tersebut bukanlah sikap yang benar dan beberapa tahun belakangan mereka mengembalikan keuntungan dari buah aplikasi sains untuk pengembangan sains itu sendiri.

Di Indonesia, kebutuhan riset untuk industri belum begitu besar. Maklum industri kita masih sangat terkait dengan sains dan teknologi negeri asal. Para industriwan kita lebih suka atau terpaksa suka menggunakan tenaga ahli negeri asal industri tersebut.Ā  Keadaan ini sungguh sangat tak menguntungkan. Untuk mengurangi ketergantungan ini selayaknya setiap sektor industri mempunyai lembaga riset dan pengembangan, dan secara sadar menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga penelitian yang sudah ada di Indonesia. Sekurang-kurangnya pada tahap awal, hubungan tersebut mampu mengarahkan para peneliti terapan pada penelitian-penelitian yang dalam waktu dekat dapat terpakai. Sasaran berikutnya adalah penelitian yang memperbaiki mutu suatu produk dan pada akhirnya mampu menghasilkan produk baru.Ā  Untuk menjalankan skenario ini perlu ada Peraturan Pemerintah yang mewajibkan setiap perusahaan memiliki unit riset dan pengambangan yang berpatner dengan embaga riset atau universitas serta mengalokasikan sebagian dari keuntungan perusahaan untuk mendanai kegiatan-kegiatan riset.

4.2.6. Ikut serta dalam penelitian dasar dunia

Profesor Baiquni, seorang fisikawan pertama di Indonesia danĀ  bekas dirjen BATAN selalu mengusulkan dalam setiapĀ  kesempatan bahwa kita tak seharusnya tidak mengikuti perkembangan sains mutakhir dengan alasan karena di negara kita belum ada peralatan. Dengan perkembangan komputer saat ini kita tetap saja dapatĀ  terlibat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dengan turut serta mencoba mengadakanĀ  perhitungan-perhitunganĀ  di dalam negeri. Usulan ini memang hal minimum yang harus dilakukan. Namun sudah tiba saatnya bangsa kita turut berpartisipasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan mutakhir denganĀ  melibatkan para ilmuwan kita yang sudah cukup banyak di Indonesia dalam riset fundamental. Jika komitmen kita pada ā€œmodel linier mendaurā€ betul-betul sudah disadari, dana yang harus dikeluarkan untuk berpartisipasi dalam penelitian-penelitian internasional tak seberapa dibandingkan dana yang dihamburkan untuk tujuan-tujuan konsumtif oleh para pelaku ekonomi kita.Ā  Kalau kita melihat anggota CDL CollaborationĀ  pada tahun 1995 menemukan quark top (quark puncak) dan terakhir partikel “Z” dari Fermi Lab, Illinois,Ā  yang terdiri 450 orang peneliti (Abe,F. et al, 1996), kita akan temukan nama-nama Universitas dari Korea Selatan, Jepang dan Cina. Cina tak jauh lebih kaya dari kita, namun negeri tersebut turut serta berpartisipasi dalam penelitian itu. Orang-orang Korea Selatan tak terlalu jauh meninggalkan kita dalam bidang sains, tapi mereka berani turut mengeluarkan dana untuk memungkinkan para peneliti merekaĀ  berpartisipasi dalam penelitian dasariah tersebut. Kenapa, karena mereka sadar bahwa tanpa sains, teknologi yang bakal mereka kembangkan dan komersialkan akan sangat tergantung pada bangsa lain. Misalnya saja teknologi bahan.Ā  Akibat ketergantungan tersebut perkembangan teknologi mereka bakal sangat terbatas dan pas-pasan.

4.2.7. Persemakmuran Sains ASEAN

Seharusnyalah kita menyadari sainsĀ  dan teknologi hari ini tak dapat dikembangkan tanpa kerja sama. Sains dan teknologi mutakhir memerlukan keahlian yang rumit dan saling terkait satu dengan yang lain. Masing-masing ahli memberikan kontribusi untuk sebuah produk sains dan teknologi. Ahli yang lain coba mencari aplikasinya demi kepentingan umat manusia.Ā  Ditambah pula oleh dana yang dibutuhkan sangat besar dan kadang tak memungkinkan ditanggung oleh sebuah negara.

Negara-negara Eropa misalnya, selain pembangunan fasilitas laboratorium-laboratorium Eropean sejak 40 tahun silam dan terus berlanjut sampai sekarang, mereka juga merancang riset bersama dan mengeluarkan dana bersama untukĀ  setiap 4 tahun. Pada periode 1994-1998 dana yang mereka alokasikanĀ  sekitar Ā£9.6 milyar (kira-kira 170 triliun rupiah) untuk menggerakkan rencana riset mereka tersebut (Anonim,1995). Untuk mengontrol ini semua Uni Eropa punya satu badan yang mereka beri nama ESTA (Eropean Science and Technology Assembly).

Selain itu, beberapa proyek riset dunia tak mungkin dilakukan oleh sebuah negara, karena alasan biaya dan para ahli, misalnya ITER (International Thermonuclear Experimental Reactor) (JET,1997).Ā  Proyek ini didukung oleh Uni Eropa, Rusia, Jepang dan Amerika.

Pertanyaan yang muncul, mungkinkah bangsa Indonesia mampu terlibatĀ  pengembangan sains dan teknologi? Hal itu mungkin saja terjadi asalkan kita mampu melakukan percepatan-percepatan. Kerjasama yang kokoh dalam bidang sains dan teknologi segera saja dibina sekurang-kurangnya antar sesama negara-negara ASEAN. Jika kawasan ini telah menunjukkan perkembangan yang berarti, barulah kita akan diperhitungkan bagi pengembangan sains dunia bersama-sama.