Jejak Langkah Para Inovator Bumi Pertiwi

Penemu Generator Plasma Ozon Bagi Petani Indonesia

Pada umumnya sayur dan buah tidak dapat bertahan dalam waktu yang lama tanpa perlakuan dalam penyimpanan. Hampir seluruh produk pertanian memiliki karakter yang sama yaitu tidak dapat  disimpan dalam waktu yang lebih lama karena mudah busuk. Perlindungan pada produk pertanian bertujuan untuk mencegah produk pertanian cepat busuk, harga jual yang murah jika panen  raya, dan harga jual jika tidak sedang musim. Pada industri pangan khususnya produk hortikultura juga membutuhkan teknologi inovatif  agar dapat sampai ke konsumen masih dalam keadaan tetap segar.

Inilah salah satu faktor yang mendorong Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Prof. Dr. Muhammad Nur, DEA mencari solusi bagi para petani sayuran dan buah agar hasil panen mereka tetap dalam keadaan segar dan memiliki nilai jual lebih tinggi. Dengan latar belakang keilmuan Beliau dan ketertarikan terhadap teknologi plasma dingin yang dimulai sejak tahun 1998 saat memulai studi master di Prancis menghantarkan pada ide untuk membuat sebuah aplikasi teknologi plasma yang dapat menjawab permasalahan lingkungan terutama untuk petani.  Para petani sering kewalahan penanganan pascapanen, pada umumnya sayur mayur cepat busuk sehingga masa jualnya sangat pendek. Petani juga dirugikan dengan harga yang murah saat panen. Persoalan lain tingkat kehilangan produk pascapanen sangat tinggi, kehilangan pascapanen karena rusak dan tak layak untuk dikonsumsi dari awal panen sampai batas waktu penjualan mencapai 40 %. Teknologi penanganan pascapanen sangatlah ditunggu masyarakat. Berbakai kajian dan riset pun terus ia lakukan untuk menemukan aplikasi teknologi plasma yang betul-betul dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Bagi Nur, sebagai seorang akademisi dan peneliti bukan hanya kajian dan riset yang berujung pada makalah ilmiah saja yang diinginkannya, melainkan hasil riset tersebut dapat menjadi sebuah produk inovasi yang  memberikan manfaat kepada masyarakat dan memiliki nilai komersialisasi.  “Bermain cukup paper, jadi lembah kematian bagi seorang peneliti bila tidak sampai komersialisasi, karena puncak dari perjalanan riset kalau sudah menjadi produk komersial” ucap Guru Besar bidang Fisika yang juga menjabat CEO Center for Plasma Research (CPR) Undip itu.

Berbagai teknologi telah dicoba untuk mempertahankan kesegaran produk hortikultura tersebut, antara lain proses tekanan tinggi, pulsa elektrik, plasma dan lain sebagainya termasuk ozon sebagai alternatif yang lebih mudah diaplikasikan. Setelah 20 tahun melakukan kajian dan riset yang  berujung pada sebuah prototipe aplikasi teknologi plasma, yaitu D’Ozon. “Saya melihat implementasi plasma ozon lebih mudah masuk ke petani dan produk inovasi ini pula dapat menjawab kebutuhan masyarakat” ujar peraih Penghargaan Anugerah Adibrata Kemristekdikti 2018 ini. Kegigihan beliau dalam pengembangan teknologi plasma di kampus dimulai saat ia pulang dari studi doktoral di Prancis dengan menggunakan peralatan yang sederhana di laboratorium yang ada di fakultas. Ketekunan itu mulai mendapat dukungan universitas dengan didirikannya Center for Plasma Research (CPR) pada tahun 2005. Pusat penelitian yang ia pimpin melibatkan banyak akademisi dan peneliti multidisiplin dari berbagai bidang ilmu serta melahirkan banyak sarjana dan pascasarjana dari pusat penelitian tersebut. Pusat penelitian itu juga telah menghasilkan banyak publikasi ilmiah baik level internasional maupun nasional.

Ia pernah membuat berbagai prototipe dari berbagai hasil riset yang telah dilakukan terkait aplikasi teknologi plasma mulai dari knalpot untuk merduksi emisi gas pembuangan dari kendaraan bermotor, namun apa daya hasil temuan yang beliau buat dan patenkan tersebut tidak banyak dilirik oleh produsen otomotif di Indonesia. Hal tersebut tidak membuat Bapak tiga anak tersebut patah arang, berbagai aplikasi teknologi plasma dikembangkan dengan berbagai keterbatasan dana dan fasilitas penelitian yang mendukung pengembangan aplikasi teknologi plasma, terutama untuk mempertahankan kesegaran dan kandungan cabai, akhirnya dengan teknologi plasma ozon kualitas dan kandungan dari cabai tersebut dapat dipertahankan.

Gambar 1. Prof. Dr. Muhammad Nur, DEA., dengan teknologi Generator Plasma Ozon hasil penemuannya

Namun, yang menjadi titik balik dari keberhasilan D’Ozone ini adalah tantangan yang diberikan Bank Indonesia (BI) kepadanya untuk mempertahankan kualitas sayur mayur hijau dengan teknologi plasma ozon. Walaupun belum pernah dilakukan percobaan pada produk sayaur mayur hijau, ia memberanikan diri untuk menerima tawaran BI tersebut dan langsung menyatakan bahwa segala sayur mayur hijau tersebut dapat awet dengan mempertahankan kesegaran dan nilai gizi, serta mengurangi residu pestisida. “Ada tantangan dari BI, sehingga menjadikan produk ini dapat diaplikasikan di semua sayuran hijau” Ungkap Nur. Tantangan tersebut menjadikan temuan aplikasi teknologi plasma dalam bentuk generator ozon bagi petani yang didanai oleh Direktorat Inovasi Industri dan Direktorat Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi.

Teknologi plasma ozon sangat mungkin untuk menanggulangi kehilangan pascapanen produk hortikultura seperti sayur dan buah. Teknologi ini dapat menghilangkan mikroorganisme pada produk dan menekan dihasilkannya enzim pembusuk pada produk hortikultura. Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat bahwa pemanfaatan ozon untuk pangan tidak meninggalkan residu (FDA, 2001). Hasil inovasi dari teknologi plasma ozon tersebut menghasilkan produk komersial D’Ozone sebagai generator ozon pertama kali yang ada di Indonesia yang diproduksi oleh PT Dipo Technology. Cara kerja alat ini dimulai dari proses pencucuian sayuran hasil panen menggunakan air yang sudah di-ozoni sehingga melalui mesin D’Ozone akan membasmi mikroorganisme yang menempel pada sayuran. Hadirnya aplikasi teknologi plasma untuk penyimpanan produk pertanian terozonisasi ini mutlak dibutuhkan masyarakat. Hampir semua provinsi di Indonesia membentuk komite penanggulangan inflasi yang sangat memperhatikan perkembangan harga-harga dari produk pertanian sebagai indikator inflasi seperti cabai. Potensi ketergantungan pada sistem penyimpanan yang tahan lama inilah yang memungkinkan produk inovasi teknologi ini menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan dan dapat membuka pasar lebih besar.

Banyak sudah penerapan teknologi plasma yang telah memasuki hidup dan kehidupan kita. Teknologi Plasma adalah penerapan dari ilmu fisika, khususnya fisika atom dan molekul. Teknologi plasma merupakan teknologi yang mampu memanaskan gas tekanan rendah sehingga energi kinetik rata-rata partikel gas dapat disamakan dengan potensial ionisasi atomatom atau molekul-molekul gas. Teknologi plasma yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari adalah material yang digunakan untuk isian layer pada televisi generasi terbaru.

Peningkatan Kesejahteraan Petani

Teknologi plasma ozon untuk pangan mulai dikenal secara nasional, Bank Indonesia Jawa Tengah sebagai Ketua Tim Penanggulangan Inflasi Daerah sering berkomunikasi dengan sesama BI daerah lain tentang teknologi ozon untuk memperpanjang masa simpan produk pertanian ini. Beberapa cabang BI di luar Pulau Jawa telah menggunakan D’ozone untuk ditempatkan di rumah penyimpanan bibit terutama bibit bawang. Bank indonesia cabang Sumatera Utara telah membantu petani bawang Tanah Karo untuk menggunakan produk D’ozone dalam penyimpanan bawang merah. Hal yang sama juga untuk bawang merah telah dipasang produk D’ozone di Sulawesi Barat.

 

Gambar 2. D’OZONE

Menurut Nur, adanya D’Ozone tersebut membuat hasil pertanian  berupa sayur mayur dan buah-buahan yang sangat berlimpah dapat disimpan dalam waktu yang lama dengan tetap mempertahankan kesegaran, nilai gizi serta mengurangi residu pestisida dan yang paling utama adalah meningkatkan nilai jual produk hasil tani di pasaran. Fungsi dari D’Ozone adalah mengurangi residu dari pestisida yang ada pada produk buah dan sayur, serta menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang ada pada produk tersebut yang secara otomatis dapat memperpanjang masa simpan hasil panen. Kelebihan dari D’Ozone adalah menjadikan sayur dan buah yang diproduksi petani aman untuk dikonsumsi dengan nilai gizi dan vitamin yang tetap terjaga. Hasil inovasi ini telah digunakan oleh kelompok petani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan). Pemanfaatan produk inovasi ini telah dirasakan di beberapa pusat penghasil hortikultura. Gapoktan Mutiara Organik, Ngablak, Kopeng, Kabupaten Magelang telah menikmati keberadaan teknologi ini di desa mereka. Produk hortikultura yang berbasis pertanian organik dapat mereka simpan. Pola pemetikan sayuran di lading telah berubah, mereka tidak tergantung lagi dari panas dan hujan. Mereka petik pada cuaca yang tepat, diperlakukan produk tersebut sesuai SOP, disimpan dan sewaktu waktu bisa dikirim ke pasar modern, bahkan sejak tahun 2018, produk sayuran tersebut sudah masuk ke supermarket.  Pasar modern dari Jakarta sudah mulai mengambil produk dari Ngablak, brokoli yang biasanya berharga Rp.10.000,00 per kilogram sekarang mereka sepakat dengan pembeli Rp. 15.000,00 per kilogram.

Telah terjadi pergeseran Nilai Tukar Petani (NTP) ke arah petani. Kelompok itu juga telah medapat pesanan langsung dari RegoPantes yang memiliki jaringan pemasaran online, para petani tidak lagi tergantung pada pengepul di pasar desa yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan asli daerah.

Melahirkan SNI

Berkat inovasi yang ia temukan, menjadikan D’Ozone sebagai  salah satu produk yang digunakan dalam Pilot ASEAN Cooperation Project; Reduction of Postharvest Losses for Agricultural Produces and Products (ASEAN PHL-R) di Indonesia serta memberikan pelatihan kepada wakil-wakil ASEAN dalam kegiatan itu. Produk yang tidak kalah penting dari hasil inovasi D’Ozon adalah Nur bersama tim membuat standar nasional teknologi plasma ozon, mengingat standar internasional (ISO) untuk teknologi plasma ozon belum ada. Berkat ketekunan beliau, akhirnya Indonesia menjadi negara ketiga yang memiliki standar nasional setelah Amerika Serikat dan Australia. “membuat konsep SNI lalu menjadi standar nasional, belum ada di ASEAN, standar ini ke-3 setelah Amerika Serikat dan Austalia” ujar Nur. Penyusunan SNI dumulai sejak 2017 dan disahkan pada Mei 2019 dengan nomor SNI 5759:2019 tentang Alat Penyimpanan Produk Holtikultura Pascapanen Menggunakan Teknologi Ozon. Dengan disahkannya SNI ini membuat Indonesia sebagai pengembang teknologi plasma bukan hanya pada tataran riset, namun menjadi sebuah produk inovasi teknologi yang mampu menembus pasar. SNI menjadi instrumen penting secara nasional untuk menciptakan produk yang bernilai ekonomis dari teknologi plasma ozon. “Ini sebagai sumbangan terbesar untuk Indonesia dalam standar nasional sebagai intangible asset” kata Nur yang juga sebagai penggagas Teaching Industry Undip.

Kini, berbagai produk aplikasi teknologi plasma yang ia kembangkan bukan hanya untuk bidang pertanian saja, tetapi sudah mulai diaplikasikan pada bidang lingkungan dengan menciptakan inovasi baru berupa produk Zeta Green sebagai alat penjernih udara serta produk lainnya yang sedang diuji adalah aplikasi teknologi plasma dengan nama M’Ozone di bidang medis untuk membentuk penyembuhan luka bagi penderita penyakit diabet di Indonesia. Satu yang menjadi tantangan para inovator adalah tidak berpuas diri dengan hasil temuan yang lainnya. “Inovasi itu perjuangan melawan diri sendiri” pungkas tiga pemegang merek dagang ini.

Buku Jejak Langkah Para Inovator Bumi Pertiwi Bab 17 Hal 130

 

 

 

News