Muhammad Nur: Era Divine Keretek Era Robot Molekuler
Suara Merdeka, Minggu 9 Oktober 2016.
Oleh Agus Widyanto
Pada 22 Februari dan 21 Juli 2016, Universitas Diponegoro (Undip) meluluskan Udadi Sadhana dan Dody Novrial sebagai doktor baru. Uji laboratorium Dody membuktikan derajat kerusakan histopatologis pada tikus yang diberi asap keretek divine lebih ringan ketimbang diberi asap keretek nondivine. Divine keretek berpotensi menjauhkan perokok dari risiko kanker kolorektal. Udadi mengamati 20 mencit spraque dawley dan menemukan bukti aplikasi filter divine rokok keretek mampu menangkap radikal merkuri, sehingga rokok keretek steril radikal bebas, menghambat proses peradangan, emfisema dan proliferasi pada sel epitel paru tikus percobaan. Hasil penelitian mereka sampai pada hipotesis, sangat mungkin memanfaatkan tembakau sebagai agen kuratif. Jika benar, bagaimana mengembangkan divine keretek? Berikut perbincangan dengan Muhammad Nur DEA PhD, fisikawan dari Undip yang menguji mereka.
Apa penilaian Anda terhadap disertasi mereka dari sudut pandang fisika modern?
Sangat revolusioner. Dalam konsep fisika kuantum, sesuatu yang berukuran hingga nano, probabilitasnya serbamungkin, tak terbatas, karena bersifat tak lagi linier.
Sangat logis ketika asap rokok yang dibalut larutan aromatik divine terbukti digdaya menjebak atau memulung radikal berbahaya, seperti merkuri sehingga rokok tak lagi menyebabkan kanker. Divine keretek berbasis nanosains, nanoteknologi, dan nanobiologi, diciptakan Dr Gretha Zahar, ahli kimia nuklir lulusan ITB dan Universitas Padjajaran.
Formula yang mengandung senyawa aromatik amat kompleks dalam larutan divine piawai mentransformasi asap rokok yang mengandung materi berbahaya, termasuk merkuri (Hg), sehingga berubah bermanfaat bagi kesehatan sekaligus solusi murah penyembuhan dari penyakit degeneratif seperti kanker, kardiovaskuler, alzheimer, autis, tanpa merusak sel sekitarnya.
Divine keretek seperti mengembalikan paradigma lama yang berpusat pada antroposentris, manusia, ke paham ekologi yang mendalam (deep ecology) dan bersumber dari nilai ekosentris, yaitu alam. Nilai ekosentris bidang ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan.
Apa yang dilakukan para ilmuwan sejauh ini bukan memperpanjang dan memelihara, malah menghancurkan kehidupan. Karena itu, paling mendesak untuk mengaplikasikan nilai ekosentris dalam ilmu pengetahuan karena tak bisa dilepaskan dari keterkaitan dan konteks.
Pemikiran baru itu dikuatkan penemuan baru yang revolusioner di bidang fisika kuantum dalam tataran partikel atom dan subatomik. Salah satunya sebagaimana pendekatan yang melatar belakangi temuan divine keretek. Pada level ini, divine keretek telah mewujudkan impian Dr Richard E Smalley.
Siapakah dia?
Smalley peraih Nobel kimia 1996. Pelopor nanoteknologi itu meninggal 28 Oktober 2005. Enam tahun sebelum meninggal karena kanker lymphoma non- Hodgkin, dia berkata, ”Rambut saya rontok beberapa pekan lalu sebagai hasil kemoterapi sampai sekarang.
Dua puluh tahun silam, tanpa kemoterapi sederhana ini, saya mungkin sudah meninggal. Namun 20 tahun sejak sekarang, peluru berskala nano akan membidik sel kanker di tubuh manusia tanpa sedikit pun mengganggu sel nonkanker lain.
Saya mungkin tak dapat hidup untuk menyaksikan. Namun saya yakin itu akan terjadi.” Banyak pihak berharap Fakultas Kedokteran (FK) Undip segera memelopori riset pengembangan divine keretek untuk kepentingan kemanusiaan.
Bagi Undip, riset laboratoris Dody dan Udadi adalah babakan baru. Momentum besar jangan dilewatkan begitu saja. Sudah saatnya FK Undip meneliti lebih lanjut secara lintas disiplin ilmu agar divine keretek dapat dijadikan metode pengobatan terstandar.
Bisakah dilakukan?
Harus bisa! Divine keretek sangat mungkin dikembangkan ke arah revolusioner. Konsep dasar divine serupa robot nano sebagaimana dilukiskan Smalley menjelang ajal. Larutan nano tertentu ditembakkan ke sel kanker yang sudah teridentifikasi. Robot nano bukan elektronik. Robot molekular hasil modifikasi partikel asap.
Prinsip serupa dalam konteks berbeda telah dipraktikkan tim peneliti Center for Plasma Research FSM Undip. Lembaga itu memanfaatkan teknologi plasma sebagai pembentuk molekul, atom, dan ion berukuran antara picometer (10-12) dan nanometer (10-9). Dari teknologi plasma diproduksi ozon untuk pengawet bahan pangan pokok.
Partikel berskala nano berupa molekul dan ion nitrogen untuk mempercepat tubuh tanaman. Nano partikel ozon yang telah dikondisikan berfungsi menyerap uap air pada makanan, sehingga jamur tak tumbuh. Kuman dan bakteri pembusuk pun dapat dikendalikan.
Lewat perlakuan itu masa konsumsi beras bertahan tiga-empat tahun tanpa penurunan mutu. Cabe hingga enam bulan. Molekul reactive oxygen species berkadar tepat dapat dimanfaatkan di bidang kedokteran, terutama menyembuhkan dari luka.
Namun objek dari kedua contoh itu kan berbeda?
Pada dasarnya pelaku proses hidup di dalam sel berupa protein, DNA, RNA, dan membran sel mengandung kecerdasan dan segala polah tingkah yang bersifat internally driven. Fisika modern pada tingkat kuantum bisa diandalkan membantu menjembatani sel cerdas itu terhubung dalam skala nano.
Di FK Undip banyak guru besar berpikiran terbuka dan menerima hal baru, seperti almarhum Prof Dr dr Sarjadi, Prof Dr dr Ign Riwanto, Prof Dr dr Susilo Wibowo.
Sejak dulu mereka suka terobosan dan kerja sama. Dukungan mereka menyumbang besar keterwujudan riset pengembangan divine keretek. Tak kalah penting dukungan otoritas kampus dan negara.
Kita butuh dukungan negara karena pengadaan perangkat laboratorium tak sederhana. Perlu pula kerja sama dengan imperium scientific yang banyak berdiri di luar kampus. Penting mempelajari segala bahan, seperti jurnal ilmiah, sebagai sumber komparasi.
Juga herbal pharmacopoeias, pustaka induk kedokteran yang mengulas tembakau sebagai agen kuratif sejak 1552, sebelum dicoret dari daftar karena dituduh mengandung toksik pada 1828. Itu sebaiknya dilacak dan kehormatannya dipulihkan. Kajian ilmu hayati, termasuk kedokteran, perlu memanfaatkan konsep fisika modern.
Berarti biologi harus menyentuh aspek diskusi sampai sistem kerja atomik atau subatomik seperti partikel. Jadi struktur makro molekul tak cukup dibahas dengan bahasan kimia. Harus ada bahasan karakter makro molekul dari aspek medan gaya energi dan fenomena gerakan sangat cepat yang tak berjalan atas asas ruang dan waktu.
Jadi robot molekuler sebagai pengembangan divine tak mustahil terwujud?
Cakupan ilmu pengetahuan tanpa batas, tak terbagi, dan tak kenal kebenaran tunggal. Sepanjang ada inovasi terusmenerus, perubahan radikal bisa tercipta setiap waktu. Pemikiran baru itu terdukung perkembangan ilmu komputer dan sistem informasi yang memungkinkan penerapan complexity science dan sedapat mungkin menghindari pengabaian karena semua keberadaan memiliki peranan.
Gelombang elektromagnetik ketika ditemukan Maxwell, misalnya, oleh publik disebut gelombang setan. Kini, manusia berkomunikasi dengan gelombang elektromagnetik.
Dalam Alquran kemungkinan juga kitab suci agama lain jelas disebut selain menciptakan manusia, Tuhan menciptakan jin. Sejauh ini ilmu pengetahuan tak sanggup melihat di titik koordinat mana jin berada. Padahal, jelas jin tercipta dari api tanpa asap. Nah, api tanpa asap adalah plasma.
Jadi dalam skala nano, fisika kuantum dapat menjelaskan posisi jin. Begitu pula divine keretek. Lewat pendekatan fisika kuantum, robot molekular pelahap sel kanker hasil modifikasi partikel asap berbasis tembakau temuan Dr Gretha Zahar bukan lagi isapan jempol belaka.
Sumber: http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/muhammad-nur-era-divine-keretek-era-robot-molekuler/