Pandemi dan Inovasi, Pemanfaatan Teknologi Plasma Dingin Untuk Mencegah Penularan Dalam Ruang
Tauhid Nur Azhar
Ujian yang kini tengah kita hadapi dalam bentuk pandemi dengan Sars CoV-2 sebagai patogennya, selain telah mengakibatkan masalah serius di bidang kesehatan juga berimbas secara sangat signifikan ke dalam berbagai aspek kehidupan lainnya. Roda ekonomi melambat dan pergerakan manusia beserta aktivitasnya menjadi amat berkurang. Kerawanan muncul di berbagai sektor dan jika tidak disikapi secara bijak, tentu saja dapat berdampak pada menurunnya kualitas hidup secara keseluruhan.
Salah satu persoalan krusial yang mengemuka dan menggejala di berbagai kondisi adalah tingginya potensi penularan di dalam ruang, baik itu di area publik seperti rumah sakit, bandara, kabin kereta api, sampai gedung perkantoran.
Mengingat interaksi sosial adalah salah satu kunci yang sangat penting untuk menjalankan berbagai proses ekonomi, maka diperlukan suatu upaya kongkret untuk mengatasi dan mengurangi potensi penularan di ruang publik dan ranah privat.
Terlebih jika kita berbicara tentang keselamatan di fasilitas kesehatan. Pada kondisi normalpun fasilitas kesehatan memiliki standar tinggi dalam hal pengendalian potensi penularan melalui jalur airborne. Di masa pandemi dengan patogen yang memang sudah teridentifikasi bertransmisi secara airborne tentu amat diperlukan suatu pendekatan berbasis teknologi terkini yang diharapkan dapat mereduksi keberadaan atau muatan patogen di udara dalam ruang.
Teknologi plasma dingin menjadi salah satu pilihan yang sangat efektif dalam mengendalikan keberadaan patogen airborne dalam ruang.
Prof Muhammad Nur, DEA dari Center for Plasma Research Universitas Diponegoro Semarang telah mengembangkan suatu inovasi berbasis teknologi terapan tepat guna dengan menggunakan teknologi plasma dingin sebagai prinsip utamanya. Zeta Green atau teknologi peningkat kualitas udara adalah hasil kongkret dari pengembangan riset plasma di lingkungan Fakultas Sains Matematika Undip.
Plasma sendiri adalah material keempat yang keberadaannya melengkapi materi solid, cair, dan gas. Plasma dihasilkan oleh proses ionisasi gas dalam suhu tinggi. Plasma memiliki sifat konduktif, atau mampu mengalirkan aliran listrik. Sedangkan teknologi plasma dingin dihasilkan oleh reaktor plasma Corona dan DBD.
Dalam teknologi Zeta Green misalnya, 2 reaktor plasma yang digunakan hanya membutuhkan catudaya sekitar 80 Watt dengan tegangan 220 V, dan dapat menghasilkan plasma dingin yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruang. Di dalam plasma dingin yang dihasilkan terdapat reactive oxygen species seperti O2-, -OH, dan H2O2. Juga reactive nitrogen species seperti NO-, NO2-, NO3-, dan ONOO-. Selain itu terdapat pula ultra violet, ion positif, elektron, dan emisi gelombang elektromagnetik, yang mana semua unsur itu berpotensi untuk mendenaturasi unsur organik dalam struktur virus, bakteri, dan jamur.
Kapasitas eksisting dari penerapan teknologi plasma dingin sebagai alat utama sistem perbaikan kualitas udara dalam ruang telah dapat menjangkau capaian pemurnian pada volume udara 100 m³ sebagaimana dapat dilihat pada hasil pengujian di laboratorium terpadu Undip. Bergantung kepada spesifikasi teknis terkait, seperti kapasitas maksimal kipas penyedot dan juga dinamika fluida udara dalam ruang itu sendiri.
Pengujian validitas yang telah dilakukan antara lain adalah dengan mengukur tingkat reduksi mikroba dalam ruang yang antara lain diukur dengan menggunakan microbial air monitoring system(MAS-100 NT).
Selain itu bahkan telah dilakukan uji validitas dan tingkat efektifitas fungsi Zeta Green yang berteknologi plasma dingin, secara langsung dalam sebentuk uji tantang (challenge test) dengan menggunakan virus Sars CoV-2 varian Delta (B 1617.2) di fasilitas laboratorium Biosafety Level 3 Prof Nidom Foundation Pasuruan.
Hasil uji tantang tersebut termaktub dalam indikator Tissue Culture Infectious Dose atau TCID-50 dan daya hambat virus. Kedua indikator tersebut memperlihatkan bahwa teknologi purifikasi udara berbasis plasma dingin memiliki tingkat efektifitas sangat tinggi dan diharapkan mampu menghasilkan efek proteksi maksimal terhadap penularan virus di dalam ruang.
Ke depan dapat dipertimbangkan sebentuk kerjasama riset post market dengan perusahaan rintisan bioteknologi Nusantics yang juga tengah mengembangkan produk pemeriksaan kandungan patogen (virus) di udara, yang produknya dinamai Nusantics Air. Dengan kemampuan mengambil sampel udara dalam ruang (menggunakan air biosampler dan swab pada beberapa titik di permukaan) serta kehandalan dalam melakukan pemeriksaan PCR untuk menganalisanya, maka jika kinerja Zeta Green dapat dianalisa efektifitasnya tentu dapat menjadi acuan objektif yang sangat bermanfaat bagi semua pihak.
Kita bisa mendapatkan data terkait durasi ideal penggunaan teknologi plasma dingin untuk mensterilkan sebuah ruangan dalam luasan tertentu. Untuk selanjutnya data ini dapat menjadi acuan pengembangan standard operational procedure dari proses penerapan teknologi plasma dingin dalam ruangan.
Tak pelak teknologi plasma dingin yang dikembangkan Prof Muhammad Nur, DEA yang saat ini juga telah diproduksi dan dimanufaktur oleh perusahan rintisan berbasis teknologi, PT Dipo Technology pimpinan Bapak Azwar, SE, MM, adalah salah satu upaya kongkret hilirisasi produk inovasi peneliti yang berdampak langsung pada proses pengelolaan dan pengendalian pandemi.
Dr. dr. Tauhid Nur Azhar, M.Kes. adalah ketua Task Force Research Innovation Technology Covid 19