Crop Circle di Yogyakarta masih Kontroversial dan misteri
Fenomena adanya crop circle di desa Jogomangsan, Rejotirto, Berbah Sleman Yogyakarta yang diketahui pada tanggal 23 Januari 2011 pagi hari telah menyedot perhatian masyarakat luas, baik di sekitar Sleman maupun dari luar kota, mulai masyarakat awam sampai kalangan peneliti atau akademisi. Dalam era keterbukaan informasi sekarang, berbagai spekulasi tentang asal muasal CC terlontar dari berbagai pihak. Ada dua arus utama yakni dibuat oleh manusia secara manual dengan menggunakan cara-cara mekanik dengan peralatan dari papan kayu, garpu dan sapu. Pendapat Crop Circle buatan manusia dengan diatas didukung pula oleh lembaga pemerintah yang sangat terburu-buru mengumumkan bahwa Crop Circle tersebut dibuat oleh sejumlah mahasiswa. Dengan jumlah 6 orang dalam waktu satu malam penuh dan terilhami oleh tipuan “Doug dan Dave” dua orang pensiunan Inggris yang membuat CC secara manual dan mengilhami banyak pembuat CC lain di seluruh dunia. Yang lebih menarik perhatian lagi adalah tulisan seseorang di twiter yang mengaku mahasiswa matematika UGM dan menyatakan dia yang menginisiasi pembuatan CC di Brebah tersebut. Universitas bergengsi tersebut harus direpotkan mancari mahasiswa yang disinyalir membuat crop circle tersebut.
Crop Circle memang masih misteri. Dalam ketidak pastian seperti itu, apakah kita menyerahkan saja pada masyarakat luar angkasa yang ingin berkomunikasi dengan masyarakat bumi yang membuat CC, atau menyerahkan kepada para peniru “Doug dan Dave” yang iseng membuat pesan-pesan aneh melalui CC? Alam semesta juga masih mengandung banyak misteri. Kita diberi kemampuan untuk memahaminya hanya sedikit. Masih banyak yang belum kita pahami. Alam semesta juga bisa menghasilkan fenomena-fenomena simetri yang sangat indah.
Masyarakat akademisi sebaiknya membuka ruang yang lebih luas untuk pemikiran-pemikiran alternatif. Masyarakat akademis tak boleh menyerahkan kepada media dan opini masyarakat terhadap “kebenaran” terbentuknya Crop Circle. Kita tak boleh menyerahkan begitu saja terjadi salah konsep (misconception) dalam pikiran publik. Kita juga harus mempertahankan tradisi keilmuan yang tak boleh takliq, mengikuti suatu pendapat dengan dasar yang kuat yakni kesepakatan para ahli (referensi), kajian-kajian ilmiah dan penelitian-penelitian handal serta multidisipliner.